Minggu, 12 September 2010

Ponpes Nuril Muttaqin Kediri


07.05 |

Ponpes Nuril Muttaqin, Banjar Anyar, Kras, Kediri
Berperan Sebagai Agent of Change
Sejak berdiri pada era 90-an Ponpes Nuril Muttaqin telah memberikan kontribusinya terhadap perkembangan masyarakat Islam sebagai Agent of Change (agen perubahan) terhadap perkembangan Islam, baik melalui dakwahnya maupun sebagai contoh akhlakul karimah bagi masyarakat. Untuk itu diharapkan pemerintah dapat memberikan sumbangsihnya pada kemajuan pondok pesantren.
Image
PONDOK pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang diperkenalkan di Jawa sekitar 500 tahun yang lalu. Sejak saat itu, lembaga pesantren tersebut telah mengalami banyak perubahan dan memainkan berbagai macam peran dalam masyarakat Indonesia. 
Pada zaman Walisongo, pondok pesantren memainkan peran penting dalam penyebaran agama Islam di pulau Jawa. Juga pada zaman penjajahan Belanda, hampir semua peperangan melawan pemerintah kolonial Belanda bersumber atau paling tidak dapat dukungan sepenuhnya dari pesantren. Selanjutnya, pondok pesantren berperan dalam era kebangkitan Islam di Indonesia telah terlihat dalam dua dekade terakhir ini dengan memodernisasi system dan sarana pendidikannya. 
Tujuan proses modernisasi pondok pesantren adalah berusaha untuk menyempumakan sistem pendidikan Islam yang ada di pesantren. Akhir-akhir ini pondok pesantren mempunyai kecenderungan baru dalam rangka renovasi terhadap sistem yang selama ini dipergunakan. Perubahan yang bisa dilihat di pesantren modern termasuk: mulai akrab dengan metodologi ilmiah modern, lebih terbuka atas perkembangan di luar dirinya, diversifikasi program dan kegiatan di pesantren makin terbuka dan luas, dan sudah dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat.
Demikian pula Pondok pesantren Nuril Muttaqin yang mulai berdiri pada era 90-an sudah memberikan kontribusinya terhadap perkembangan masyarakat khususnya umat Islam sebagai agent of Change (agen perubahan) dimana lulusanya yang sudah mencapai ribuan sejak berdirinya memberikan kontribusi terhadap perkembangan Islam lewat dakwahnya maupun kontribusi sebagai contoh akhlakul karimah bagi masyarakat di sekitarnya. 
Pengasuh ponpes Nuril Muttaqin mengharapkan kepada pemerintah sebagai institusi yang mempunyai kepentingan terhadap kemajuan masyarakat dapat memberikan sumbangsihnya pada kemajuan pondok pesantren. Dengan demikian Ponpes bisa berkembang karena kebutuhan untuk merevitalisasi pondoknya terpenuhi.
Ajarkan Tujuh Cara Membaca Al-Qur'an PONPES Nuril Muttaqin yang beralamat di Desa Banjaranyar, Kec. Kras, Kab. Kediri, diketuai oleh Sutrisno, sekretaris Yusuf Husniawan, dan bendahara Heru Cahyono, SMd.  Bertindak sebagai pengasuh atau pembina pondok adalah KH Anwar Abdussalam dan KH Fakhih Utsman. Sebagai dewan guru dipercayakan kepada para ustadz muda, antara lain Agus Susianto, Ali Munif, Eko Pambudi, Suroto, Joko, dan Moh Zainuddin. 
Berbagai bidang pengetahuan yang diajarkan  di pondok ini adalah Nahwu dan shorof (morfologi), Fiqh, Usul fiqh, Hadits, Tafsir Al Qur’an, Tauhid, Tasawuf dan etika, Qiro’ah (Seni membaca Al Qur’an).
Image
Dibawah bimbingan para ustadz dan ustadzah yang rata-rata masih berusia muda tersebut, kegiatan di Ponpes Nuril Muttaqin memang terasa cukup padat. Setiap jam 02.00 dini hari, para santri sudah mulai “apel malam”, berdoa dan sholat tahajjud. Sholat subuh jam 04.30 yang dilanjutkan dengan mengaji bacaan Al Quran hingga 05.45, lalu bersih-bersih, mandi, sarapan, hingga pukul 08.00 yang diteruskan dengan pengajian sampai pukul 11.00. Bakda sholat dhuhur, jam 13.00 – 15.00 pengajian terjemahan Al Hadits. Usai sholat ashar dilanjutkan dengan berbagai amal sholih lain hingga pukul 17.30. Bakda sholat Maghrib mereka melakukan penderesan ulang Al Quran maupun Al Hadits hingga sholat Isa tiba. Bubar sholat Isa, pelajaran terjemahan Al Hadits hingga pukul 21.00. Istirahat pukul 21.00 – 02.00.
Walaupun acaranya boleh dibilang padat, tetapi bagi para santri yang rata-rata berpendidikan SMP dan SMA ini tidak mempunyai halangan berarti. Kecuali bagi mereka yang belum begitu mengenal huruf Arab atau huruf Al Quran. Walaupun begitu mereka tetap sabar, tekun, dan ulet. Pondok bagi para santri ini adalah merupakan jalan untuk mengubah jalan hidupnya. Mereka yang sebelumnya tidak mengenal huruf Al Quran, secara bertahap kini sudah lancar membaca dan mampu mengkhatamkan bacaan Al Quran. Bahkan ada santri yang sebelumnya berperilaku agak bandel, setelah mondok berubah menjadi anak yang alim.
Ponpes Nuril Muttaqin saat ini sedang menyelesaikan pembangunan sebuah Masjid ukuran 10 X 15 m yang terdiri tiga lantai dan dalam proses finishing lantai atas dan membuat bangunan  ukuran 7.5 X 2.5 m untuk kamar mandi siswi putri.
Ketua pondok Sutrisno kepada NUANSA menjelaskan, hasil yang telah dicapai sampai dengan saat ini diantaranya telah mencetak sejumlah calon da’i, Qori', dan telah mampu mengembangkan/mengajarkan tujuh cara membaca Al-Qur'an (Qiro'atus Sab'ah), serta mengembangkan ketrampilan dengan membuka tempat cukur rambut sebagai kegiatan ekstra kurikuler, dll.
Tingkatkan Fungsi Pengajaran 
PONPES Nuril Muttaqin juga pondok-pondok yang dimiliki LDII di mana pun yang kini banyak dijumpai di berbagai pelosok tanah air, dituntut dapat melaksanakan fungsi pengajaran dan pendidikan lebih metodologis. Disamping itu pondok pesantren juga diharapkan dapat lebih aktif melaksanakan nilai-nilai pendidikan pesantren yang akrab dengan lima ciri.
Pertama, pondok harus interaktif. Kegiatan pembinaan mengembangkan suasana interaktif baik antara pendidik dan anak didik, anak didik dan materi pembahasan, murid dan media, juga sesama peserta didik. Pondok juga harus atraktif, yaitu mengembangkan kegiatan yang mampu menarik perhatian anak didik. Kegiatan pembinaan yang monoton dan membosankan akan menurunkan minat dan perhatian anak. Lembaga tersebut juga harus stimulatif, yakni merangsang murid untuk bertindak proaktif mencari lebih lanjut berbagai permasalahan yang sedang diajarkan.
Image
Selanjutnya, pesantren juga harus fasilitatif, yaitu mendukung kegiatan belajar dengan menyediakan berbagai fasilitas yang diperlukan, misalnya alat peraga, laboratorium, kunjungan, pengamatan, multimedia, maupun adanya penghargaan-penghargaan kepada santri yang berprestasi. Yang terakhir, pesantren itu harus evaluatif, yaitu melakukan evaluasi yang sistematis dan efektif. Evaluasi ini tidak hanya terfokus pada hasil, namun juga terhadap proses, sehingga akan memberikan umpan balik bagi efektivitas metode yang digunakan.
Semua itu dilakukan berdasarkan pola asuh yang dikenal dalam ilmu pendidikan Islam dan sangat sesuai dengan fase-fase usia anak. Ali bin Abi Thalib memberikan sebuah tawaran pola pembinaan anak dalam sebuah ungkapannya yang masyhur: "Ajaklah anak bermain pada tujuh tahun pertama, disiplinkanlah anak pada tujuh tahun kedua dan bersahabatlah pada anak usia tujuh tahun ketiga".


You Might Also Like :


0 komentar:

Posting Komentar