Minggu, 12 September 2010

Masjid Syuhada Yogyakarta


07.32 | ,


ImageMonumen bagi Pahlawan yang Gugur Syahid


Masjid Syuhada Yogyakarta menjadi satu dari saksi sejarah masyarakat muslim dalam memperjuangkan kemerdekaan. Semangat dan perjuangan umat muslim untuk menegakkan kemerdekaan, menjadi bagian tidak terpisahkan dengan masjid dan para pemukanya. Ulama, pengasuh pondok pesantren bersama santri bahu-membahu membangun kebersamaan untuk mengusir kedzaliman dan perampas kemerdekaan hak sebagai manusia.


MASJID SYUHADA menyimpan candra sengkala sekaligus sebagai peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, sehingga hal itu digambarkan dalam bagian-bagian penting bangunan seperti 17 anak tangga di bagian depan, delapan segi tiang gapuranya dan empat kupel bawah serta lima kupel atas. Keseluruhan bangunan terdiri tiga lantai.


Di lantai dua untuk ruang shalat bagi kaum perempuan, terdapat dua tiang yang seolah-olah menyangga bangunan yang menggambarkan dua buah itikad manusia. Sedang di lantai tiga sebagai ruang shalat utama, termasuk shalat Jumat di mihrabnya terdapat lima lubang angin yang memberi gambaran sekaligus mengingatkan kepada masyarakat muslim rukun Islam.
Pada 17 Agustus 1950 menetapkan garis kiblat di atas tanah yang sekarang berdiri bangunan representatif. Sedangkan pada 23 September 1950 atau 11 Dzulhijjah 1369 bertepatan dengan Hari Raya Qurban kedua, Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang ketika itu selaku Menteri Pertahanan Republik Indonesia, meletakkan batu pertama pembangunan masjid. Dua tahun kemudian tepatnya pada 20 September 1952 seluruh bangunan selesai dan dilakukan pembukaan secara resmi yang bertepatan dengan Tahun Baru Hijriyah, 1 Muharram 1372.


Pembangunan Masjid Syuhada dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat muslim pada umumnya dan secara khusus memberi penghargaan kepada masyarakat muslim di Yogyakarta yang banyak menyumbangkan bagi masyarakat, bangsa dan negara Indonesia. Lebih dari itu juga dimaksudkan sebagai monumen guna memperingati para pahlawan yang gugur syahid mempertahankan proklamasi kemerdekaan RI dengan penuh keyakinan.


Bukan saja kemerdekaan atas penjajahan bangsa asing melainkan sebagai wujud dari upaya mempertahankan kemerdekaan, kebenaran dan keadilan. Masyarakat muslim teguh dalam memegang prinsip ketika menjalani kehidupan yakni untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Untuk itu masyarakat muslim tidak menghendaki adanya kedzaliman di atas bumi, apalagi di negerinya sendiri.


Masjid Syuhada menjadi wujud dari kemandirian masyarakat dalam mencapai cita-citanya, bangunan berdiri atas swadaya masyarakat dikerjakan sendiri dan hanya bagian-bagian penting seperti penasihat teknik harus mendatangkan dari luar masyarakat Yogyakarta. Mulai rancangan hingga pembangunan selesai semua dikerjakan berdaarkan musyawarah masyarakat bersama tokoh-tokohnya. Dengan demikian menjadi bagian tidak terpisahkan dari keseluruhan masyarakat muslim, ketika masjid membutuhkan tenaga dan dukungan masyarakat akan serta merta mendapatkan bantuan dari masyarakatnya.


Masjid Syuhada yang dibangun dengan harapan memenuhi kebutuhan masyarakat muslim, bukan saja sebagai monumen hidup melainkan menjadi peringatan generasi muda yang muncul belakangan. Diharapkan mampu menjadi peringatan kesungguhan dalam membangun kebersamaan sebagaimana dilakukan para pendahulu yang hidup di zaman perang kemerdekaan.


Masjid yang menggabungkan berbagai arsiktektur selain sejumlah perlambang melekat dalam setiap bangunan, di kubahnya mengambil bentuk-bentuk bangunan yang berkembang di Persia, India dan menjadi bagian dari masjid-masjid yang dibangun ketika itu. Kubah bundar di bagian tengah sebagai kubah utama, dikelilingi kubah kecil di empat sudutnya.


Bangunan berlantai tiga itu memberikan kesempatan kepada masyarakat muslim untuk melakukan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Selain sebagai pusat ibadah, keberadaannya diharapkan menjadi pusat segala kegiatan kemasyarakatan. Di lantai dasar masyarakat dapat menggunakan untuk kuliah dan beragam kegiatan.


Bangunan masjid yang berada di tengah pemukiman masyarakat itu memungkinkan kemakmuran, bukan saja sebagai pusat kegiatan ibadah mahdhah melainkan berbagai kegiatan kemasyarakatan. Sejak awal berdirinya keterlibatan masyarakat menjadi prasyarat, sekaligus memberi gambaran kehidupan di masyarakat muslim yang mengharuskan berjamaah


You Might Also Like :


0 komentar:

Posting Komentar